Filosofi di Balik Angka Keramat '212' Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni “212” Wiro
Sableng
Karya: Bastian Tito
Siapa yang tak kenal Wiro Sableng?
Pasukan era tahun 80-90 an sudah barang tentu mengenal sosok pendekar sableng
yang sakti mandraguna ini. Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212 atau lebih dikenal Wiro Sableng ini merupakan tokoh fiksi serial novel yang ditulis oleh Bastian Tito sekitar tahun 1989 dan 1994, namun ada
pula yang mengatakan bahwa kisah Wiro Sableng benar-benar ada dan nyata, bisa
jadi, tapi aku tidak tahu pasti. Kisah Wiro Sableng yang di tulis oleh Bastian Tito ini, bagiku sangatlah menarik, karena kisahnya berkaitan dengan legenda
zaman dulu di Nusantara.
Sejak ribuan tahun silam, peradaban di
nusantara telah terbentuk. Fakta
dan legenda senantiasa mewarnai peradaban di Indonesia. Negri yang kaya akan
budaya dan keragaman ini justru memberikan warna tersendiri, sehingga
melahirkan perbedaan diantara satu daerah dengan daerah lainya. Mitos, legenda
dan cerita rakyat yang terkait dengan peradaban nusantara hingga sekarang masih
banyak di percaya oleh masyarakat Indonesia, baik masyarakat tradisional atau
pun modern. Termasuk legenda ataupun mitos tentang para pendekar yang termashur
di Nusantara masih dikenal sampai sekarang dan keberadaannya pun dijaga oleh
masyarakat sehingga menjadi sosok yang dihormati dan disegani.
Okey,
kita kembali ke Wiro Sableng. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana sejak
bayi, menurut cerita yang ditulis oleh Bastian Tito, orang tua wiro telah dibunuh
oleh seseorang yang yang sirik berat. Tapi, kala itu Wiro berhasil di
selamatkan oleh Eyang Sinto Gendeng, atau Sinto Geni atau Sinto Gilan dan di
bawa ke puncak Gunung Gede. Sejak saat itu pula Wiro diasuh olehnya, Wiro diangkat
menjadi murid Eyang Sinto Gendeng, digembleng dan dilatih keras selama 17 tahun
sehingga dewasa jadilah Wiro yang sakti dan berilmu tinggi. Setelah itu Wiro
diizinkan untuk turun gunung, misi pertamanya adalah menuntut balas kematian
kedua orang tuanya. Sampai akhirnya Wiro Sableng banyak dikenal oleh tokoh
dunia persilatan, baik golongan putih maupun golongan hitam.
Wiro
Sableng memiliki karakter suka bercanda dan cendrung selengean, namun Wiro
adalah sosok yang baik hati dan suka menolong yang lemah. Dalam menjalankan
tugas mulia untuk menumpas segala bentuk kejahatan menjadikan Wiro banyak dimusuhi oleh tokoh
persilatan golongan hitam, namun tak sedikit pun Wiro gentar menghadapinya dan tetap istiqomah dalam menjalankan
tugasnya untuk memusnahkan kejahatan di muka bumi, dan menegakan kebenaran,
Edan!
Dalam penulisan
kisah Wiro Sableng ini, Alm. Bastian Tito aku kira tidak hanya sekedar mengarang
cerita saja, tetapi banyak sekali makna kehidupan yang disampaikan didalamnya.
Wiro adalah seorang pendekar yang mempunyai senjata pamungkas bernama Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki
rajah "212" di dadanya. Kenapa angkanya harus “212”?... kenapa tidak
008 atau 007 atau 69 atau angka-angka yang lainya, kenapa coba?. Karena pada
dasarnya, dari angka keramat 212 Wiro Sableng, Alm. Bastian Tito menyampaikan
pemahaman yang amatlah sangat dalam mengenai makna dan falsafah kehidupan.
Angka
‘212’ Wiro Sableng memiliki makna didalam kehidupan, karena pada setiap diri
manusia terdapat dua unsur. Kita terlahir dengan memiliki dua tangan, dua kaki
dan tubuh yang satu. Kita juga memiliki dua mata, dua telinga dan kepala yang
satu, serta dua lubang hidung dengan hidung yang tetap satu. Untuk kita yang
laki-laki tentu mempunyai dua telur dan satu burung. Selain itu, pada
kehidupan juga ada kematian, ada terang maka ada gelap, ada hitam dan ada putih,
ada siang dan malam, serta segala sesuatu yang ada di bumi terdiri atas dua
bagian yang berlainan namun merupakan pasangan yang semua itu tidak dapat
terpisahkan. Tetapi, pada dasarnya semua tercipta oleh satu dzat yang Maha
Menciptakan, yaitu DIA yang esa.
Pemahaman mengenai adanya dua bagian dalam kehidupan diatas aku kira
berkaitan dengan pemikiran dualisme. Menurut Om Wiki, Dualisme merupakan konsep
filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Gagasan tentang dualisme jiwa dan
raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan
berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan.
Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa
"kecerdasan" seseorang (bagian dari budi atau jiwa) tidak bisa
diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik. Jika dikaji lebih dalam lagi tentu
kita akan pusing, maka aku kira lebih baik tidak perlu, atau silakan kaji
sendiri saja, aku mah pusing.
Pada
intinya, angka “212” Wiro Sableng ini akan mengantarkan kita kepada kesimpulan
bahwa diantara ‘dua itu ada satu’, satu kebenaran yang hakiki, DIA
lah dzat yang Maha Esa. Mungkin inilah alasan mengapa Alm. Bastian
Tito menyematkan angka 212 pada Wiro Sableng, tidak lain adalah untuk
menyampaikan pemahaman kepada kita semua megenai makna dan falsafah kehidupan
ini yang dikemas oleh kisah seorang pendekar sableng yang sakti bernama Wiro
Sableng murid Sinto Gendeng. Gurunya sableng, muridnya gendeng, wew!
Untuk memahami hal lain dibalik kisah
Wiro Sableng dan angka ‘212’ sila baca sendiri buku karya Bastian Tito
tersebut, atau simak filmnya secara seksama dan dalam tempo yang santai saja.
Semoga bermanfaat, tetaplah berbuat baik dimana pun berada, mari kita!
Thoba Husain, Yogyakarta 8 September 2016
Masehi
0 comments: