Filosofi di Balik Angka Keramat '212' Wiro Sableng

September 07, 2016 Thoba Husain 0 Comments



Pendekar Kapak Maut Naga Geni “212” Wiro Sableng
 Karya: Bastian Tito


Siapa yang tak kenal Wiro Sableng? Pasukan era tahun 80-90 an sudah barang tentu mengenal sosok pendekar sableng yang sakti mandraguna ini. Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 atau lebih dikenal Wiro Sableng ini merupakan tokoh fiksi serial novel yang ditulis oleh Bastian Tito sekitar tahun 1989 dan 1994, namun ada pula yang mengatakan bahwa kisah Wiro Sableng benar-benar ada dan nyata, bisa jadi, tapi aku tidak tahu pasti. Kisah Wiro Sableng yang di tulis oleh Bastian Tito ini, bagiku sangatlah menarik, karena kisahnya berkaitan dengan legenda zaman dulu di Nusantara.

Sejak ribuan tahun silam, peradaban di nusantara telah terbentuk. Fakta dan legenda senantiasa mewarnai peradaban di Indonesia. Negri yang kaya akan budaya dan keragaman ini justru memberikan warna tersendiri, sehingga melahirkan perbedaan diantara satu daerah dengan daerah lainya. Mitos, legenda dan cerita rakyat yang terkait dengan peradaban nusantara hingga sekarang masih banyak di percaya oleh masyarakat Indonesia, baik masyarakat tradisional atau pun modern. Termasuk legenda ataupun mitos tentang para pendekar yang termashur di Nusantara masih dikenal sampai sekarang dan keberadaannya pun dijaga oleh masyarakat sehingga menjadi sosok yang dihormati dan disegani.

Okey, kita kembali ke Wiro Sableng. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana sejak bayi, menurut cerita yang ditulis oleh Bastian Tito, orang tua wiro telah dibunuh oleh seseorang yang yang sirik berat. Tapi, kala itu Wiro berhasil di selamatkan oleh Eyang Sinto Gendeng, atau Sinto Geni atau Sinto Gilan dan di bawa ke puncak Gunung Gede. Sejak saat itu pula Wiro diasuh olehnya, Wiro diangkat menjadi murid Eyang Sinto Gendeng, digembleng dan dilatih keras selama 17 tahun sehingga dewasa jadilah Wiro yang sakti dan berilmu tinggi. Setelah itu Wiro diizinkan untuk turun gunung, misi pertamanya adalah menuntut balas kematian kedua orang tuanya. Sampai akhirnya Wiro Sableng banyak dikenal oleh tokoh dunia persilatan, baik golongan putih maupun golongan hitam.

Wiro Sableng memiliki karakter suka bercanda dan cendrung selengean, namun Wiro adalah sosok yang baik hati dan suka menolong yang lemah. Dalam menjalankan tugas mulia untuk menumpas segala bentuk kejahatan menjadikan Wiro banyak dimusuhi oleh tokoh persilatan golongan hitam, namun tak sedikit pun Wiro gentar menghadapinya dan tetap istiqomah dalam menjalankan tugasnya untuk memusnahkan kejahatan di muka bumi, dan menegakan kebenaran, Edan!

Dalam penulisan kisah Wiro Sableng ini, Alm. Bastian Tito aku kira tidak hanya sekedar mengarang cerita saja, tetapi banyak sekali makna kehidupan yang disampaikan didalamnya. Wiro adalah seorang pendekar yang mempunyai senjata pamungkas bernama Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki rajah "212" di dadanya. Kenapa angkanya harus “212”?... kenapa tidak 008 atau 007 atau 69 atau angka-angka yang lainya, kenapa coba?. Karena pada dasarnya, dari angka keramat 212 Wiro Sableng, Alm. Bastian Tito menyampaikan pemahaman yang amatlah sangat dalam mengenai makna dan falsafah kehidupan.

Angka ‘212’ Wiro Sableng memiliki makna didalam kehidupan, karena pada setiap diri manusia terdapat dua unsur. Kita terlahir dengan memiliki dua tangan, dua kaki dan tubuh yang satu. Kita juga memiliki dua mata, dua telinga dan kepala yang satu, serta dua lubang hidung dengan hidung yang tetap satu. Untuk kita yang laki-laki tentu mempunyai dua telur dan satu burung. Selain itu, pada kehidupan juga ada kematian, ada terang maka ada gelap, ada hitam dan ada putih, ada siang dan malam, serta segala sesuatu yang ada di bumi terdiri atas dua bagian yang berlainan namun merupakan pasangan yang semua itu tidak dapat terpisahkan. Tetapi, pada dasarnya semua tercipta oleh satu dzat yang Maha Menciptakan, yaitu DIA yang esa. 

Pemahaman mengenai adanya dua bagian dalam kehidupan diatas aku kira berkaitan dengan pemikiran dualisme. Menurut Om Wiki, Dualisme merupakan konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari budi atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik. Jika dikaji lebih dalam lagi tentu kita akan pusing, maka aku kira lebih baik tidak perlu, atau silakan kaji sendiri saja, aku mah pusing.

Pada intinya, angka “212” Wiro Sableng ini akan mengantarkan kita kepada kesimpulan bahwa diantara ‘dua itu ada satu’, satu kebenaran yang hakiki, DIA lah dzat yang Maha Esa. Mungkin inilah alasan mengapa Alm. Bastian Tito menyematkan angka 212 pada Wiro Sableng, tidak lain adalah untuk menyampaikan pemahaman kepada kita semua megenai makna dan falsafah kehidupan ini yang dikemas oleh kisah seorang pendekar sableng yang sakti bernama Wiro Sableng murid Sinto Gendeng. Gurunya sableng, muridnya gendeng, wew!

Untuk memahami hal lain dibalik kisah Wiro Sableng dan angka ‘212’ sila baca sendiri buku karya Bastian Tito tersebut, atau simak filmnya secara seksama dan dalam tempo yang santai saja. Semoga bermanfaat, tetaplah berbuat baik dimana pun berada, mari kita!

Thoba Husain, Yogyakarta 8 September 2016 Masehi

0 comments:

Dewan Periklanan Masyarakat

Total Pageviews