Surat Kepada Mila

March 24, 2015 Thoba Husain 0 Comments




Ini Surat !!!
Ya, untukmu.
Hai Mila! Bagaimna kabar dari negri paman syam sekarang ???  Gilaa, sudah sekian abad lamanya ternyata kita tak jumpa. Terakhir aku melihat senyumu adalah 15 menit setelah Raja Fir’aun dan bala tentaranya tengelam di laut merah, tetapi, kau selalu bilang pesawat Air Asia yang tenggelam di laut merah itu, heu heu heu, entahlah. Kau memang wanita yang manis ketika senyum, pun ketika kau diam. Bagiku, melihat kau tersenyum itu lebih indah dari lautan lampu warna-warni di New York.

Hmmm….
Andai saja Kau tahu, Mila, bahwa sesungguhnya aku adalah orang yang paling tampan se-benua amerika. Akan tetapi di Los Angeles, tempatku tinggal dulu, sangat meremehkan orang tampan. Sehingga pada akhirnya aku diusir dari sana, lalu memilih tempat di subang, mengingat subang sebagai tempat yang paling romantis ketiga di dunia. Semoga kau tahu Subang itu dimana, sehingga tak perlu lagi aku jelaskan padamu. Aku katakan seperti ini bukan bermaksud menyombongkan diri padamu, akan tetapi hanya sekedar pemberitahuan kalau sebenarnya aku ini memang serasi denganmu.
Mila, aku tak tahu rupamu saat ini, bahkan mungkin, kau sudah tak mengenaliku lagi. Tetapi, jika kau ingin tahu, mungkin akan aku bawakan untukmu tahu sumedang, atau, kau ingin tahu cibuntu ? gampanglah. Oh , tidak, maksudku “Tau”, jika harus aku tulis dalam ejaan bahasa Indonesia yang benar, maka tertulis “tahu”.  Ya, aku tidak peduli meski kau sudah tak mengenaliku lagi, yang penting, aku masih yakin kau belum mati. 

Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, engkau yang mengusai ruang pikirku. Entah dengan cara apakah dahulu, kau pacu jatungku untuk menjinakanku. Selama berabad-abad sudah aku kenali kekuatan waktu, aku dalami pengetahuan hati, aku salami keajaiban doa. Tetapi, engkau tetaplah engkau, yang popular di kepalaku. Bumi yang setiap hari kita injak ini adalah bumi yang terus berputar, matahari terlihat seperti bergerak menuju arah yang lebih gelap, pun untuk menjadikan bagian bumi lain gelap. Adalah malam, saat semua rasa berkumpul dalam kepala, lebih sunyi, lebih terasa, lebih berwarna.

Malam yang baik untuk aku merindu, pun cara yang tepat bagiku agar kau lebih mempesona. Surat ini sengaja aku buat untukmu, dalam puncak kerinduanku padamu dan kesepianku dengan tanpa berfikir bagaimana engkau membalasnya. Aku titipkan salam kerinduan ini pada angin malam, harapku,  berhembus menujumu dalam ruang udara yang tak kasat mata.
 Malam ini aku merindu, merindukanmu Mila.
-Milaku, Milatun Nuril A'yuni-
SEKIAN…

“SALAM KERINDUAN”

Subang, 12 Mei 2092

0 comments:

Dewan Periklanan Masyarakat

Total Pageviews