Perjalanan Subang

June 08, 2015 Thoba Husain 1 Comments

Persiapkanlah Ongkosnya!!!



Pukul sudah menunjukan 16.00 WIB, sementara hanya kurang dari 62 menit lagi kereta akan berangkat. Kereta Gaya Baru Malam asal Surabaya dengan tujuan akhir stasion Pasar Senen Jakarta aku pilih sebagai transportasi yang akan menghantarkanku pulang ke subang, meski tujuan akhirnya Jakarta, tapi aku akan turun di stasion Pagadenbaru, Subang. Hari itu, waktu semakin menyempit, sedang aku masih disibukan dengan sesuatu yang seharusnya tidak menyibukanku. Tiket kereta sudah aku dapatkan sejak 5 hari sebelum hari itu, yang aku beli di Indomaret seharga Rp. 130.000,00.- dan aku mendapat bonus sebuah minum kaleng yang habis ketika itu juga. Kereta berangkat pukul 15.00 WIB dan tiba di Subang pukul 24.55. Tiket yang aku beli di Indomaret hanya berbentuk struk pembelian, artinya satu jam sebelum keberangkatan kereta, harus di tukar dengan tiket yang asli di stasion. Tepatnya di stasion Lempuyangan dimana aku akan berangkat dari stasion tersebut. Sebenarnya aku berharap bisa menukarkan tiket kepada petugas wanita yang cantik di stasion. Tetapi, nyatanya aku harus mencetak tiket menggunakan mesin cetak mandiri yang aku yakin itu bukan milik pihak Kampus UIN-Suka.
Sampai di stasion Lempuyangan aku di antar oleh Mila, Mila adalah milaku yang Milatun Nuril A’yuni. Dia adalah orangnya yang sudah membuatku menjadi begini, membuat aku selalu mencintainya. Dia menyenangkan, bagiku, jika bagimu tidak, aku tidak peduli!!! Dia yang selalu menguasai ruang fikirku, Ah, Tuhan, aku sangat sayang padanya. Aku yakin engkau lebih berkehendak dari pada Mila, jadi, dia bisa apa jika Engkau inginnya aku dengannya.
Setelah tiket yang original sound track sudah aku dapatkan, sementara saat ini masih tersisa waktu kurang lebih 31 menit lagi dari jadwal pemberangkatan. Aku dan Mila menghabiskan waktu yang singkat tersebut dengan mengobrol dan saling melepas rindu. Eh, emang mila rindu juga? O’ya , aku anggap saja dia juga merindu. Mila rindu atau pun tidak, aku tidak peduli, rindu adalah urusan peribadi.
Tidak terasa, waktunya sudah tiba, kereta akan segera di berangkatkan. Aku segera masuk dan meninggalkan Mila yang terlihat di tersenyum dengan sangat indah. Iyah, Mila memang manis ketika senyum, bahkan ketika diam pun dia tetap terlihat cantik, bagiku.
Sekarang aku sudah berada di dalam kereta, aku mendapat nomer kursi 4A pada gerbong 3, dan ternyata aku duduk bersebelahan dengan lelaki paruh baya yang dapat kubaca dari raut wajahnya, seolah dia sedang sangat rindu seseorang. Atau jangan-jangan dia rindu juga pada mila… Ah, tidak…tidak… dia tidak boleh rindu pada Mila, meski rindu adalah hak segala bangsa. Tapi, mila adalah Milaku, si bapak ini tidak boleh merindukan Milaku. Mungkin saja itu istrinya yang juga bernama Mila. Ah, entahlah, yang penting dia tidak boleh rindu pada Milaku yang Milatun Nuril A’yuni. Heuheuheu…
Kereta sudah mulai bergerak meninggalkan jogja, aku pun berangkat bersama kereta itu dan seluruh penumpang di dalamnya, termasuk si Bapak yang sedang meindu ini. Sekarang dia sedang asik mendengarkan musik dari Handphone peribadinya dan aku pun berpura-pura tidak sedang ikut mendengarkan musik yang dia putar. Eh, anjing! Keren sekali si Bapak ini, ternyata dia sedang mendengarkan lagu Undeafetead. Itu adalah single terbaru Burgerkill yang di rilis Februari 2015 kemarin. Ah, gila… yang benar saja, lagu yang sangat aku suka ini mah. “Si bapak keren euy”, ujarku dalam hati. Kereta terus melaju  kencang dengan Rell sebagai lintasan wajibnya. Aku tidak tahu saat itu perjalan sudah sampai mana, di luar gelap, hanya hitam yang terlihat, sambil ngantuk sampai tertidur.
Kereta sedang berhenti pada salah satu stasion yang aku sudah lupa namanya dan aku terbangun dari tidurku. Saat itu sudah pukul 23.49 WIB, itu artinya tidak lama lagi kereta akan sampai di Stasion Pagadenbaru, Subang dan aku harus turun, jika tidak? Atuh aku bisa terbawa kereta sampai stasion akhir di Jakarta. Heuuu, belegug!
Ketika kereta sudah sampai di Stasion Pagadenbaru, aku turun bersama beberapa penumpang yang juga turun disana dengan segala materi yang di bawa masing-masing dan punya tujuan masing-masing. Tiba di Stasion, ada beberapa tukang ojek yang menawarkan jasanya, tapi aku tidak pedulikan itu. Sekarang aku sudah sampai di Subang, sebuah Kota kecil yang selalu besar di hati para penduduknya termasuk aku. Tapi, malam itu suasana sangat sepi, o’yaa… aku lupa, ini kan di Subang, setiap malam memang selalu sepi, tidak warung yang masih buka, malam itu padahal aku sedang sangat ingin kopi. Entah sudah berapa banyak pesan yagn aku kirim kepada temanku yang tinggal di daerah Pagaden, tapi, ini sudah malam, mereka pasti sudah tidur. Dan akhirnya mau tidak mau aku harus menginap di Stasion bersama nyamuk-nyamuk dan petugas keamanan itu yang sedang sibuk dengan urusannya sendiri.
Hari sudah subuh, aku bangun dan berjalan menuju mushola Stasion untuk melaksanakan sholat Subuh. Usai melaksanakan sholat subuh, aku pergi meninggalkan Stasion, berjalan hingga dan langkahku berhenti pada sebuah warung kopi yang kebetulan ada gorengannya juga, asekkk… Setelah kopi beserta gorengannya sudah aku habiskan dan hampir lupa bayar, heuheu… Sekarang sisa uang yang aku pegang hanya Rp.4000,00.- . Untuk naik angkot saja, tentu ini tidak akan cukup, aku harus mencari mesin atm dulu kalo begini. Hari masih pagi, aku putuskan berjalan kaki sambil mencari mesin ATM BRI yang nominalnya Rp.50.000,00.- karena uangku yang ada di ATM memang hanya bisa di ambil lima puluh ribu saja, aduh lagi-lagi saldo limited.
Sekian KM jarak sudah aku tempuh dengan berjalan kaki, tapi, tak kunjung aku temukan mesin ATM BRI yang aku cari. Saat itu sudah hampir pukul 07.00 WIB. Anak-anak sekolah berlalu lalang pergi ke sekolahnya masing-masing, para buruh pabrik juga berslisiban berkangkat ke pabriknya masing-masing, ibu-ibu pergi ke pasar, berbelanja keperluan hariannya, tapi, orang gila di depan toko yang sudah tutup itu  terlihat bersama tumpukan sampah di atas kepalanya. Dia memang orang gila, tapi sampah saja dia simpan di atas kepala, lalu kenapa masih banyak orang waras yang membuang sampah sembarangan. Heuuu, sebenarnya siapa yang gila?  Ah, sudahlah… aku masih harus terus berjalan menyusuri Jl. Pagaden-Subang, berharap lekas menemukan mesin ATM BRI. Badanku mulai terasa pegal, dahaga mengisi kerongkonganku, aku istirahat sejenak, termangu memaku, duduk sambil menyalakan batang rokok yang masih aku punya. Seketika itu ada seseorang yang berhenti dengan speda motornya, seraya bertanya “Mau kemana, A ?” (Aa itu panggilan kepada anak laki-laki muda kalo disana, kalo di jogja mah Mas) “Oh, ini mau ke kota, kang.” Jawabku. “Hayu atuh, ngojek” ujar si akang itu. “Ah, enggak kang, mau jalan aja, soalnya buru-buru nih”. Jawabku kembali. “Yaudah, hayu ikut aja, kebelutan saya juga mau ke Kota”. “Serius, kang”? Tanyaku memastikan. “iyah, hayu” ujar si akang itu. “Okre, kalo begitu”. Akhirnya aku sampai ke Kota di antar si Akang Budi, aku tidak tahu namanya, belum sempat kenalan. Tapi aku anggap saja namanya Budi, karena yang aku tahu setiap Budi pasti mulia. Yesss, perjalanan yang keren, Terima kasih, Kang Budi atas apapun!!!
“Ketuhauilah olehmu, barang siapa yang tahu akan jauhnya perjalannya, maka persiapkanlah ongkosnya. Bisi ripuh”. (Robusta: 69)

1 comment:

Dewan Periklanan Masyarakat

Total Pageviews