Bahasa Tauhid Pidi Baiq Dalam Lagu Manahemana
Bandung, 20 Ramadhan 1230 H |
Pidi Baiq, namanya kini sangat dikenal diberbagai elemen masyarakat generasi milenial, tingkat kepopuleranya pun kian melambung
tinggi, tapi tentu berbeda dengan Kan'an dan Malin Kundang yang terkenal karena
durhaka. Pidi Baiq dikenal karena karyanya, meskipun hidup dengan kepopuleran sedemikian rupa, ia mengaku tetap konsisten menjadi
ikan air tawar yang merasa tidak pantas untuk pindah ke lautan yang luas dan
indah ikannya warna-warni. Ohh sungguh, aku ini percaya tak percaya kepadamu,
pak Haji!?. Tapi baiklah, harus ku akui, dibalik segala tingkah absurd dan
kejenakaanya, beliau adalah sosok yang sangat cerdas dan jenius, uwoww! Itu
terbukti dari berbagai karya serta pencapaianya hingga saat ini, selain itu
beliau adalah seorang Imam Besar The Panasdalam dan sudah Haji, subhanallah.
Aktif bermusik bersama The Panasdalam Bank dan telah menciptakan banyak sekali
lagu sampai lupa lagi liriknya karena harus fokus ingat kepada Allah,
katanya.
Dari sekian banyak lagu yang telah di tulisnya bersama The Panasdalam Bank, ada satu lagu yang mampu
membuat saya bergetar-getar saat mendengarnya, menggelengkan kepala dan
berkata, "Andejing, lagu yang sangat keren!". Judulnya Manahemana,
hmmm... apalah itu, aku juga tidak mengerti artinya, Pidi Baiq memang
pandai mengotak-atik kata dan makna.
Manahemana, begini liriknya:
Ini apakah namanya
baru ku merasa dilanda bermilyar rasa meluas
angkasa
umpama hujan airi kemarau yang lama
maka hidup baru kini tenang cuaca
Sehebat apapun… dilanda begini
musnahlah semua… mampuslah diriku
“hmm malam-malam aku datang menemuimu…
kepala batu mencair membasahi suratmu
menguap menjadi gerimis di pagi hariku”
Aku akui adamu kuasai aku
ada pada segala arah… ku seru namamu
apakah sebab dirimu baik selalu
menempatkan aku pada rindu melulu
Inilah debumu… kembali padamu
sambutlah diriku hanya kau tentramku
apalah diriku, apalah hidupku
apalah semua, apalah tanpamu
Inilah keningku ku rebah bagimu
benamkan sombongku, benamkan angkuhku
tanpa diriku… engkau tetap engkau
diriku tanpamu mampuslah diriku
. . .
“saat aku rindu kepadamu, aku pejamkan mataku…
menemuimu yang selalu menungguku, jauh di dalam
diriku”
Begitulah lirik lagunya, Manahemana, awalnya memang,
aku fikir ini adalah lagu cinta. Tapi setelah aku mendengarkannya berkali-kali, ternyata
benar ini memang lagu cinta yang tingkat
kecintaannya sudah mencapai pada level tertentu. Sebuah ungkapan kecintaan yang melebih batas gelombang gombalan manusia pada umumnya. Satu persatu dari lirik lagu ini mengandung unsur-unsur bahasa yang seperti sengaja dibuat untuk membawanya menuju arah keTauhhidan. Ehh, atau gimana ya? mungkin gitulah, iyah. Dengan segala keterbatasan pemahaman, saya juga belum sampai kepada level
seperti itu. Sungguh, penggunaan bahasa yang indah dengan kedalaman makna yang
luas. Lirik-lirik lagu yang ditulis Pak Haji emang suka gitu, terkesan asal dan ceplas-ceplos, ahh shiiit. Kau perlu mendengarkannya berkali-kali untuk bisa menikmatinya dan mengangguk-angguk untuk setuju pada akhirnya. Bagaimana? "iyah, okelah". Tapi persepsi masing-masing kan berbeda, masa gitu aja gak ngerti sih! Biarlah semua berjalan seperti seharusnya, seperti aku yang sedang bernafas bebas dan menikmati teh hangat malam ini. Ohh, Manahemana~
0 comments: